Kopitalisme

RUU-APP dan KEMEMBLEAN BUDAYAWAN

Home | The Author | Kumaniora | Hole Spirit | KutuKata | Etalase | Das KOPIkenTal | Kitab al-Capuccino | Tafsir al-Gitar | Perpuskataan | F.U.C.K | Buku Tamu | Kopitalisme Toolbar | Partners | Sponsor | Cafeist Prophecies | Hukum Hukum Kopitalisme | PatanYali Factor | Forum Diskusi

'Kopitalisme' sebagai 'Mind Breaker'
Kembali menemukan 'kelinci percobaan' terhadap seorang Akademisi, dalam hal ini seorang Budayawan di maling list 'Zamanku'.
 
Ikuti 'Kronologis' di bawah ini:

Sabtu, 18 Maret 2006
Thread: Bali Mau Merdeka?
Milis: Zamanku
 
Untuk Bang Devilisharsonit:
 
Quote:Negeri ini memang penuh manusia 'ajaib' bin konyol, 
memang "pantasnya" jadi bangsa terjajah. dulu dijajah
belanda,jepang, rejim pemerintah,sekarang dijajah ARAB...
 
SeksPeare:
Horas!... He..he..he.. Itulah bang, mangkanya aku rada 'ngambek' ama budayawan dan sosiolog... Aku pengen nyuplik sedikit cerita.
 
Suatu ketika saya diundang dalam suatu acara makan malam oleh organisasi PHRI Sulsel, di sebuah Cafe milik Hotel Marannu, Makassar.
Saya datang untuk satu keperluan: Makan enak gratisan! he..he.. Dan bertemu salah seorang budayawan dan wartawan gaek Sulsel saya sebut saja initialnya adalah "R. O." lalu kami duduk satu meja, katakanlah 'aku' mewakili seorang 'anak ingusan':)
 
Sambil makan malam, saku bertanya pada beliau begini:
Pak, aku nih agak 'cemburu' melihat Jepang, mereka itu masyarakat yang modern tetapi ciri khas tradisi nenek moyang mereka dulu masih menjadi spirit dan masih terasa menjiwai daily life mereka, utamanya di Kyoto. Yah, katakanlah kalau di Indonesia, kayak Bali atau Djogja... Nuansa tradisi mereka relatif maish kental dialam modern ini... Bagaimana dengan Sulsel?
 
Jawab:
Yah, itulah kita juga kan disulsul ada nuansa tradisi juga?...
 
Tanya (Dengan muka bingung)
Tradisi Sulsel yang saya perhatikan sifatnya 'seremonial'... Nanti kalau ada orang kawin atau upacara adat istiadat. Sedangkan jiwa 'nenek moyang' bukan lagi 'pelaut' tetapi sekarang yang kental adalah 'pedagang'... Yang menjadi 'spirit' sehari hari, dimana? Apakah 'berdagang?...
 
Jawab:
Lha, kan yang menjadi spirit sehari hari adalah 'Islam'?...
 
SeksPeare:
&%#@%$&*...
 
Aku lalu membelokkan pembicaraan tentang hal lain...
Jadi, saya cendrung 'mempertanyakan' eksistensi "intelektualitas" budayawan...
(Esoknya aku lalu menambah catatan 'ManiFiesta Klejzkavania" Berjudul "BIG BANG"...)
 
Jadi, apakah demikian juga terjadi atas budayawan lainnya: Coba kita simak puisi tingkat 'Nasional' kelas 'Akademisi' berikut : 
 
ZIKIR ALIF-MU
Oleh: Ikranegara

saat usai salat malam ini
kudengar desau angin malam
adakah datangnya dari langit penuh bintang
serasa desah nafas zikir Ibrahim masih tercatat di sana
mengarungi kerlap-kerlip tak putus-putusnya
sepanjang masa...
 
dst...
==========
Dan bandingkan dengan 'satire' (lokalan kelas warkop)
"PQ" berikut:
BIG BANG
Kun...TtttuuuuuuuutttTttt..Shhh..Ahhhh...!
 
Seandainya Alam Semesta ini tercipta akibat kentut dari Black Hole, maka:

Matahari, planet, bintang, komet, bumi, meteor, adalah 'cinta' (Cidi na Tai) dari Black Hole itu sendiri.

Ummat manusia (Yang katanya paling tinggi PeradabanQebudayaannya) beserta seluruh makhluk hidup di muka bumi ini tak lebih dari: VIRUS, BAKTERI dan KUMAN.

Mereka yang nilainya (termasuk baunya) lebih dari sekedar VIRUS, BAKTERI, dan KUMAN adalah mereka yang (Punna Upa') .... SI PAKATAU, SI PAKAINGE', SI PAKALEBBI, SI PAKARENNU... Merekalah yang mencintai secara berjama'ah satu dengan lainnya.
SeksPeare:
 
Apa yang SeksPearisme 'tuntut' adalah 'introspeksi' ditingkat budaya lokal masing masing!
 
Jangan terlalu menyudutkan agamawan, jika esok lusa anak anak  Nusantara, "Bangun pagi kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi, habis mandi kutolong ibu... membersihkan tempat tidurku...
 
Tiba tiba setelah membersihkan tempat tidur, clingak clinguk: Ekh!... Tidak kenal lagi Budaya leluhurnya...
Maka, sesuai "Hukum Hukum Kopitalisme" Pertanyakanlah hal itu kepada para BUDAYAWAN!... 
 
Anda lihat sendiri puisi dari seorang Budayawan (Akademisi lagi...) Ditingkat "Pusat"... Gimana?...
 
Maka, pantasan ketika aku nyinggung soal 'identitas lokal' dari teori yang dia salin, di mailing list Zamanku ini, beberapa bulan lalu... Maka budayawan kita ini lalu ... Ngacir!
Sambil teriak teriak... Banjir Ambon! Banjir Ambon!... Di warkop 'Cikeas'... Ha..ha.. aduhhhh Bangsaku!...Konyol amat sihhhhh???
 
Bang, Devil demikianlah pidato keneg..eh..ke-warkop-an saya...he..he..  
 
SeksPeare
 
Dasar dari 'introspeksi' berdasarkan 'Cafeist Verses' berikut:
"Dalam setiap cangkir kopi, pahit atau manis, pake susu atau pekat, cangkir besar atau cangkir kecil... Selalu ada ampasnya" (I. Amannagappa)
 
 
 
=============================
Komentar Kopitalisme:
1. Ciri ciri 'Think and act localy but linked globaly, terlihat sudah mulai dicoba untuk dijabarkan.
2. Sebagian dari 5 buah pertanyaan Goenawan Muhamad sudah terjawab.
3. Siapa yang mampu menjawab pertanyaan Goenawan Muhamad keseluruhan? "The Cafeist" International telah menemukan FILSUF bernama "Mali" untuk menjawabnya.  
4. What next?...
=============================
 
 

Enter supporting content here

One of the most universal -morning- ritual is to drink coffee:)